“Inna alladziina ittaqaw idzaa
massahum thaa-ifun mina alsysyaythaani tadzakkaruu fa-idzaa hum mubshiruuna”.
Sesungguhnya orang orang yang
bertakwa apabila merasa ditimpa was was dari setan, mereka segera ingat kepada
Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
kesalahan kesalahan QS Al A’araf 201.
Membaca judulnya mungkin anda
mengerenyitkan alis, menebak kira kira
apa maksudya..?. Walaupun tidak saya terjemahkan dalam arti yang sebenarnya semoga bisa dimengerti, saya meminjam istilah
reklamasi untuk penataan kembali, distorsi untuk pengikisan dan kognitif utuk
pola pikir sehingga jika diterjemahkan secara bebas dn menyeluruh adalah peran takwa dalam menata kembali pikiran (pola pikir) yang
telah terkikis.
Menurut Beck, Aaron T. Dalam bukunya Cognitive Therapy and the Emotional Disorders. Internationa l
Universities Press Inc., 1975 sebagai berikut : “Distorsi kognitif adalah berpikiran secara
berlebihan dan tidak rasional dan dianggap sebagai suatu kenyataan oleh
penderita sehingga dalam perkembangannya dapat mengganggu dinamika psikis membuat penderita semakin terpuruk oleh
pikiran yang tidak jelas”.
Adapun beberapa gangguan
distorsi dan solusinya sebagai berikut:
1. Merasa
selalu bernasib buruk : “Saya sih merasa
sudah melakukan tugas sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, tapi memang
saya sudah ditkadirkan apes dan sial sampai kapanpun saya nggak pernah
beruntung”. Orang bertakwa akan berpikir ulang tentang kesalahan berpikir
ini dengan memperkuat keyakinan bahwa balasan perbuatan baik adalah kebaikan
pula jika memang saat itu belum mendapatkannya maka ia bersabar dan yakin Allah akan membalasnya dikemudian hari. Jadi renungkan kembali bahwa sebenarnya anda
sedang dalam tahapan memperbaiki mutu kehidupan dan bukannya kesialan...!
2.
Menebak Pikiran orang atau keadaan bukan
kondisi sebenarnya: “Dia saja yang memang
nggak suka sama aku sejak dulu dia memang sentimen jadi buat apa aku harus
berbai baik dengannya”. Orang bertakwa justru berupaya merajut kembali tali
persaudaraan yang hampir dan sudah terputus dengan kebesaran hati dengan
pemberiaan maaf. Kemudian dilanjutkan dengan menjalin kembali sebuah relasi
tanpa dendam dan tanpa prasangka, mengenal lebih dekat agar tumbuh kasih
sayang.
3.
Memastikan keburukan: “Kalau melihat kondisi seperti ini nggak mungkin perusahaan ini akan
bertambah bagus bertambah hancur pasti..!”. Padahal tidak ada keadaan yang bisa
dipastikan oleh manusia dikerenakan ada peran Allah dalam membantu hambanya
yang berupaya memperbaiki kualitas nasibnya.
Bukankan Allah tidak akan
mengubah suatu kaum selama kaum itu tidak mau mengubahnya sendiri, patah
semangat hanya mendatangkan putus asa dan tidak memiliki harapan akan
pertolongan Allah. Bersambung
0 komentar:
Posting Komentar